ABSTRAK
Pulau Samosir mengemban citra sebagai pusat budaya dari masyarakat Batak Toba. Karakter yang membedakan pulau ini dengan daerah Batak Toba yang lain adalah masih kentalnya tradisi penguburan kedua yakni keberadaan kubur batu (batu na pir) maupun tambak serta upacara mangongkal holi yang masih sering digelar masyarakatnya hingga kini. Baik upacara mangongkal holi dan pembangunan kubur batu memiliki akar pada kepercayaan lama orang Batak terhadap leluhur serta mendasarkan pada sistem sosial ekonomi dan material tradisional. Akan tetapi kondisi saat ini telah memunculkan penyesuaian yang dilatarbelakangi oleh perubahan sistem sosial, politik, ekonomi, dan keagamaan masyarakat. Sehingga dalam tesis ini saya mempertanyakan bagaimana perubahan-perubahan yang saat ini terjadi di Samosir mempengaruhi tradisi penguburan kedua yang mereka miliki?
Pertanyaan tersebut saya jawab dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh dari wawancara, observasi partisipasi, dan kepustakaan difokuskan pada sejarah dan ekspresi-ekspresi praktik tradisi penguburan kedua masyarakat Batak Toba kini. Kemudian, data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan kerangka berpikir simbolik untuk melihat bentuk-bentuk simbol yang muncul pada praktik tradisi dan pesan apa yang ingin disampaikan masyarakat berdasarkan simbol-simbol tersebut.
Pada akhir tesis ini saya berkesimpulan bahwa dalam praktik tradisi penguburan kedua orang Batak, baik ritual mangongkal holi maupun pembangunan tambak, masyarakat Batak Toba di Samosir mampu mengakomodasi dan menegosiasikan bentuk-bentuk “yang lama” dengan “yang baru”, meskipun keduanya tidak dapat ditarik dalam batas yang tegas. Dalam praktik ritual maupun material kini, apa yang dianggap sebagai wujud adat dan tradisional tidak akan baik tanpa diberi nuansa modernitas, begitu juga dengan apa yang dipandang modern akan kehilangan makna bila tidak ada unsur tradisional Bataknya.
Kata Kunci: Penguburan kedua, tradisi, perubahan sosial ekonomi, Samosir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar