Upacara perkawinan yang dilakukan pada Masyarakat Hindu Bali juga masih sama seperti yang dilakukan masyarakat Hindu yang berdomisili di Bali. Umur pernikahan yang biasa dilakukan di Kampung Bali ini adalah 25 tahun. Tidak ada batasan yang diberikan orangtua pada anaknya, baik laki – laki ataupun perempuan. Upacara pernikahan yang dilakukan apabila menikah dengan sesama Hindu adalah (1) Mabya Kala, yaitu upacara untuk mengusir roh – roh jahat pada kedua calon mempelai, (2) mencari hari baik, (3) acara di latar, kemudian kerumah dan terakhir masuk kedalan sanggah . Namun jika mereka menikah dengan laki – laki atau perempuan yang berbeda agama, maka mereka melewati bebepata tahapan, yaitu sebelum acara pernikahan diadakan pembelajaran – pembelajaran tentang agama Hindu di dalam pura pada calon pengantin yang biasanya memakan waktu kurang lebih 3 bulan, hal ini bertujuan agar calon mempelai tidak hanya mencintai calom pasangannya namun juga mencintai agama Hindu.
Setelah selesai melewati pembelajaran tersebut maka kemudian diadakan Upacara Sudiwidani, yaitu upacara mensucikan kata – kata, kemudian pemangku akan mengucapkan mantra – mantra, selanjutnya calon pengantin akan mandi dengan air suci yang telah diucapkan mantra – mantra oleh pemangku. Jika pindah ke agama Hindu, maka ia harus menuliskan surat yang ia tulis tangan diberi materai dan ditanda tangani oleh pengantin yang pindah agama dan juga pemangku. Kemudian mereka akan melakukan pernikahan didalam pura dan disaksikan oleh penduduk Hindu Bali yang ada ditempat tersebut . Untuk pengurusan akte nikah, pengantin harus pergi ke catatan sipil agar pernikahannya dapat diakui oleh negara .
“Tidak ada mahar dan akte nikah, cuma surat pernyataan yang kami tulis tangan saja.” Jelas Ni Made Sriwati, seorang wanita berumur 26 tahun yang berasal dari agama Islam suku Jawa dan menikah dengan laki – laki Hindu Bali . Mereka sudah memiliki dua orang anak, namun sampai sekarang belum juga mengurus akte nikah ke catatan sipil, bagi mereka akte nikah tidak terlalu penting asal surat pernyataan tersebut masih ada dan dapat ditunjukkan sebagai bukti bahwa mereka benar – benar pasangan suami isteri yang sah .
Ni Made Sriwati juga berkata bahwa ia masih kurang memahami ritual dan upacara apasaja yang ada di agama Hindu Bali, bahkan ia tidak ingat apasaja nama upacara yang ia lalui ketika hendak menikah . Berdasarkan dari hasil dokumantasi foto – foto pernikahannya, mereka menggunakan adat jawa dan juga Hindu Bali, namun yang pertama sekali adalah adat jawa.
Ketika suami Ni Made melamarnya secara adat Jawa, Ni Made mendapat mahar berupa kalung . Namun ketika lamaran secara Hindu, Ni Made tidak diberi mahar. Dalam agama Hindu Bali , apabila si laki – laki sudah datang 3 kali dan telah lamaran, maka ia dapat membawa pulang perempuan tersebut . Meskipun demikian, di Kampung Bali ini belum pernah ada pasangan yang cerai . Apabila mereka sudah tidak cocok lagi, maka si suami akan memulangkan isterinya kerumah orangtua isterinya tanpa adanya perceraian .
Pembagian hak waris pada penduduk Hindu Bali diserahkan seluruhnya pada anak laki – laki, namun jika anak laki – laki tersebut sudah pindah agama maka ia sama sekali tidak akan mendapat hak waris dan orangtua akan lepas tangan terhadap kelangsungan hidup anak laki – laki tersebut. Anak laki – laki paling kecil akan mendapat warisan yang paling banyak, namun jika keluarga tersebut tidak memiliki anak laki – laki maka akan dicari sentano, yaitu saudara laki – laki dari suami dan kepadanyalah warisan akan diserahkan . Warisan yang biasa diserahkan pada anak laki – laki adalah tanah dan terkadang anak perempuan juga mendapat warisan berupa uang .